UU ITE Direm, Siapa Lagi yang Bisa Lapor Pencemaran Nama Baik ?

Pengadilan memutuskan hanya individu yang bisa melaporkan pencemaran nama baik. Artikel ini menjelaskan implikasi hukum, dampaknya bagi konsumen dan aktivis, serta cara warga tetap kritis tanpa takut dibungkam. Hanya individu yang bisa melaporkan pencemaran nama baik, bukan lagi pemerintah atau perusahaan. Cari tahu analisis hukum, dampak keputusan ini, serta tips aman menyampaikan kritik di ruang publik digital.

Sep 26, 2025 - 00:37
 0  5
UU ITE Direm, Siapa Lagi yang Bisa Lapor Pencemaran Nama Baik ?

Bayangkan Anda sebagai konsumen yang kecewa terhadap produk tertentu lalu menulis ulasan buruk di internet. Tiba-tiba, bukan hanya diserang fans produk tersebut, tapi juga dituntut oleh perusahaannya dengan dalih pencemaran nama baik. Kasus semacam ini cukup sering terjadi di Indonesia, hingga membuat orang takut mengkritik. Nah, sebuah putusan pengadilan baru-baru ini membawa kabar segar: hanya individu, bukan institusi, yang berhak melaporkan pencemaran nama baik.

Apakah ini berarti Anda sekarang bisa bebas menghujat? Tentu tidak sesederhana itu. Mari kita kuliti.


Permasalahan Hukum

Pasal pencemaran nama baik di UU ITE sering disebut “pasal karet.” Mengapa? Karena tafsirnya bisa melebar ke mana-mana.

  • Konsumen kecewa → bisa dilaporkan.

  • Aktivis kritik kebijakan → bisa dipolisikan.

  • Jurnalis investigasi → berpotensi terjerat.

Masalah utamanya adalah siapa yang boleh merasa tercemar? Selama ini, institusi berlindung di balik pasal tersebut untuk melindungi citra, padahal hukum pidana seharusnya melindungi individu.


Putusan Pengadilan: Membatasi Subjek Hukum

Pengadilan menegaskan: lembaga, instansi, atau perusahaan tidak memiliki hak personal untuk mengklaim “kehormatan” tercemar. Hanya manusia individu yang bisa.
Implikasinya:

  • Pemerintah tak bisa lagi menyeret warganya hanya karena kritik.

  • Perusahaan tak bisa lagi menakut-nakuti konsumen dengan laporan polisi.


Analisis Dampak

  1. Perlindungan konsumen meningkat – Masyarakat bisa lebih bebas memberi testimoni.

  2. Aktivisme lebih hidup – Gerakan sosial tak mudah dibungkam.

  3. Beban polisi berkurang – Tidak lagi disibukkan dengan laporan lembaga atas kritik publik.


Tetapi, Celah Tetap Ada

  • Pejabat sebagai individu masih bisa melaporkan kritik yang dianggap personal.

  • Tuntutan perdata tetap terbuka, meski jalurnya berbeda.

  • Etika komunikasi jadi kunci, karena kebebasan tanpa batas bisa menimbulkan fitnah.


Solusi Praktis untuk Warga

  1. Gunakan data – Kritik dengan bukti lebih kuat dari sekadar opini.

  2. Hindari ad hominem – Serang kebijakan, bukan pribadi.

  3. Gunakan kanal resmi – Selain medsos, ajukan juga aduan lewat jalur hukum administrasi atau konsumen.


Penutup + CTA

Keputusan ini bukan hanya kemenangan hukum, tapi juga kemenangan akal sehat. Demokrasi butuh kritik untuk berkembang, dan masyarakat kini punya ruang lebih aman.

Mari gunakan hak bersuara dengan bijak: kritis, tapi tetap santun. Kalau bukan kita yang mengawal kebebasan, siapa lagi?

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow